Saya percaya bahwa setiap orang itu punya sisi kebaikan
tanpa memandang dia berasal dari agama, suku, atau ras tertentu. Hanya saja ada
orang-orang yang pikirannya pendek yang menjadi pihak provokator orang-orang di
sekitarnya agar turut membenci suatu suku atau agama tertentu. Saya kebetulan
pernah menghadapi orang demikian dan hampir termakan bualannya
***
Baru beberapa minggu menginjakkan kaki di Timika, salah satu daerah di Papua , saya bertemu dengan beberapa kawan baru. Mereka sempat berusaha menceritakan tabiat-tabiat buruk dari suku tertentu. Salah satu ceritanya mengiring saya untuk turut membenci orang-orang dari Suku Kei. Karena saya masih tergolong baru, saya sempat termakan doktrin dan merasa paranoid terhadap keberadaan orang-orang dari salah satu suku di Maluku ini.
Namun semakin lama saya tinggal di Papua, anggapan
tersebut terpatahkan. Hal ini saya rasakan sendiri dimana cukup orang dari suku Kei di tempat kerjaku.
Mulai dari pimpinan tertinggi saya sampai staf-staf honorernya .Nama-nama
seperti Bapak Johannes Rettob, Ibu Bernadeta Renyaan, Bapak Octovianus Rahanjaan,
Pak Dave Richard Taritatu, Ibu Silveria Wenehenubun, Agricola K.H. Sutejo, dan
masih banyak lagi adalah representasi orang dari Suku Kei yang menyambut saya
dengan hangat. Dari orang-orang yang
membuat saya mengerti bahwa tidak semuanya orang Kei itu seperti apa yang orang
ceritakan. Orang-orang ini sudah saya anggap sebagai rekan kerja sekaligus guru
saya yang memperlengkapi saya banyak hal. Ada yang mendidik saya memahami
administrasi perkantoran, mengajarkan saya tentang kemampuan teknis menangani
suatu kegiatan perkantoran, menginspirasi saya menjadi orang yang giat
menggapai cita-cita dan masih banyak lagi.
Sebagai pimpinan tertinggi di instansiku, Pak Johannes
Rettob punya otoritas untuk menyetujui dan membatalkan status seorang pegawai
honorer. Beliau bisa saja memberhentikan saya jika beliau sentimen kepada suku
tertentu. Tapi Beliau tak melakukan hal itu. Beliau menilai orang secara profesional
berdasarkan kinerjanya di kantor. Ada
juga Ibu Bernadeta Renyaaan, yang mengajari saya tentang administrasi
perkantoran dan keuangan serta sering menanyakan kondisi saya sewaktu tidak
masuk kerja. Naluri keibuannya terbagi
merata ke semua staf tanpa terkecuali. Sesekali
Ibu ini malah traktir saya disaat perut lagi keroncongan. Ada juga Herdy, teman
sesama honorer, yang memperbolehkan gazebo depan rumahnya sebagai tempat
tongkrongan nyaman bagi kami.
Tak elok jika hanya karena satu orang saja berbuat
jahat sehingga kita menjudge bahwa asal daerah orang itu semuanya jahat. Tak
pantas kita pukul rata semuanya karena itu hanya ulah oknum-oknum tertentu
saja. Satu pelajaran yang saya dapatkan bahwa kita tak boleh menjudge sebuah
suku bahwa semua orang dari suku itu sebagai biang keributan. Tak baik pula
kalau kita turut menjadi pihak provokator agar orang-orang membenci suku
tersebut. Buktinya, saya sudah alami sendiri bahwa ada banyak orang dari Suku Kei kok yang baik-baik. Kepedulian
dan perhatiannya membuat saya jatuh hati menjadikan mereka sebagai sosok teman,
rekan kerja, sekaligus guruku.
#StopJadiProvokator
Penulis:
Heriyanto Rantelino, Staf Dinas Perhubungan Kab. Mimika/ Pemuda Timika Papua.
Facebook: Heriyanto Rantelino
No telepon/Whatsapp : 085242441580
Line : Ryanlino