Jatuh Hati Pada Pesona Suku Kei di Tanah Papua - Heriyanto Rantelino

Jatuh Hati Pada Pesona Suku Kei di Tanah Papua

Jatuh Hati Pada Pesona Suku Kei di Tanah Papua


 
Dok: Screenshot YouTube, A Takur
Saya percaya bahwa setiap orang itu punya sisi kebaikan tanpa memandang dia berasal dari agama, suku, atau ras tertentu. Hanya saja ada orang-orang yang pikirannya pendek yang menjadi pihak provokator orang-orang di sekitarnya agar turut membenci suatu suku atau agama tertentu. Saya kebetulan pernah menghadapi orang demikian dan hampir termakan bualannya
                                                                     
                                                                           ***

Baru beberapa minggu menginjakkan kaki di Timika, salah satu daerah di Papua , saya bertemu dengan beberapa kawan baru. Mereka sempat berusaha menceritakan tabiat-tabiat buruk dari suku tertentu. Salah satu ceritanya mengiring saya untuk turut membenci  orang-orang dari Suku Kei. Karena saya masih tergolong baru, saya sempat termakan doktrin dan merasa paranoid terhadap keberadaan orang-orang dari salah satu suku di Maluku ini.

Namun semakin lama saya tinggal di Papua, anggapan tersebut terpatahkan. Hal ini saya rasakan sendiri dimana  cukup orang dari suku Kei di tempat kerjaku. Mulai dari pimpinan tertinggi saya sampai staf-staf honorernya .Nama-nama seperti Bapak Johannes Rettob, Ibu Bernadeta Renyaan, Bapak Octovianus Rahanjaan, Pak Dave Richard Taritatu, Ibu Silveria Wenehenubun, Agricola K.H. Sutejo, dan masih banyak lagi adalah representasi orang dari Suku Kei yang menyambut saya dengan hangat. Dari  orang-orang yang membuat saya mengerti bahwa tidak semuanya orang Kei itu seperti apa yang orang ceritakan. Orang-orang ini sudah saya anggap sebagai rekan kerja sekaligus guru saya yang memperlengkapi saya banyak hal. Ada yang mendidik saya memahami administrasi perkantoran, mengajarkan saya tentang kemampuan teknis menangani suatu kegiatan perkantoran, menginspirasi saya menjadi orang yang giat menggapai cita-cita dan masih banyak lagi.

Sebagai pimpinan tertinggi di instansiku, Pak Johannes Rettob punya otoritas untuk menyetujui dan membatalkan status seorang pegawai honorer. Beliau bisa saja memberhentikan saya jika beliau sentimen kepada suku tertentu. Tapi Beliau tak melakukan hal itu. Beliau menilai orang secara profesional berdasarkan kinerjanya di kantor.  Ada juga Ibu Bernadeta Renyaaan, yang mengajari saya tentang administrasi perkantoran dan keuangan serta sering menanyakan kondisi saya sewaktu tidak masuk kerja.  Naluri keibuannya terbagi merata ke semua staf tanpa terkecuali.  Sesekali Ibu ini malah traktir saya disaat perut lagi keroncongan. Ada juga Herdy, teman sesama honorer, yang memperbolehkan gazebo depan rumahnya sebagai tempat tongkrongan nyaman bagi kami.

Tak elok jika hanya karena satu orang saja berbuat jahat sehingga kita menjudge bahwa asal daerah orang itu semuanya jahat. Tak pantas kita pukul rata semuanya karena itu hanya ulah oknum-oknum tertentu saja. Satu pelajaran yang saya dapatkan bahwa kita tak boleh menjudge sebuah suku bahwa semua orang dari suku itu sebagai biang keributan. Tak baik pula kalau kita turut menjadi pihak provokator agar orang-orang membenci suku tersebut. Buktinya, saya sudah alami sendiri bahwa ada banyak  orang dari Suku Kei kok yang baik-baik. Kepedulian dan perhatiannya membuat saya jatuh hati menjadikan mereka sebagai sosok teman, rekan kerja, sekaligus guruku.

#StopJadiProvokator


Penulis:
 Heriyanto Rantelino, Staf Dinas Perhubungan Kab. Mimika/ Pemuda Timika Papua.
Facebook: Heriyanto Rantelino
No telepon/Whatsapp : 085242441580
Line : Ryanlino


Please write your comments