Saya meraih berbagai keberuntungan di Tanah Papua
dimana saya mendapatkan kesempatan belajar banyak hal yang baru. Sukacita dan
dukacita datang silih berganti. Berbagai dinamika kehidupan turut menempa
tingkat keimanan dan mengasah tingkat kedewasaanku. Penasaran apa saja yang
saya dapatkan di daerah di Ujung Timur Indonesia ini? Berikut saya paparkan satu persatu :
1.
Menurunkan
Kadar Idealisme
Tak terasa sudah dua tahun saya lulus dari bangku
perkuliahan. Boleh dikata masih ada sisa-sisa rasa idealisme mahasiswa dalam
diriku. Ketika sudah berada di Papua dan menjalani berbagai dinamika hidup,
saya menyadari bahwa jika saya mempertahankan jiwa idealismeku maka membuat
saya susah berkembang mengingat saya masih tergolong baru. Oleh karena itu,
saya harus bisa berkompromi dengan diri sendiri dengan menurunkan kadar rasa
idealisme itu sambil beradaptasi mengamati lingkungan.
2.
Terbiasa
Tampil Profesional Dengan Rapi
Di instansi saya bernaung, kami memiliki seragam
kerja yang mesti digunakan. Mulai dari baju putih dengan padanan celana biru,
menggunakan ikat pinggang berlogo instansi saya, menggunakan wing/lambang di
dada sebelah kiri lengkap dengan papan
pengenal, dan menggunakan sepatu
lapangan mirip yang digunakan aparat TNI dan Polri. Belum lagi kalau mendapat
tugas jaga di lapangan, harus pakai rompi dan kopel. Awal-awalnya saya agak
berat menjalaninya karena ribet dalam hal cara mengenakannya. Hal ini dikarenakan
saya agak urakan dikit sebelum rasakan dunia kerja. Tapi cara berpakaian saya
masih tergolong sopan sih. Biasanya hanya pakai kemeja yang dipadu dengan
celana pendek. Sepatu pun terserah pilih yang mana. Setelah merasakan dunia
kerja, saya belajar untuk tampil rapi
agar keliatan berwibawa sebagai petugas pelayan masyarakat. Kalau cara pakaian
saja acak adut, bagaimana mau layani masyarakat dengan baik. Lagian juga
terdapat pengaruh pakaian terhadap mood dan perlakuan seseorang oleh karena itu saya harus
memperhatikan kerapian dalam mengenakan pakaian kerja.
3.
Beranikan diri
Berselfie
Sebelum menginjakkan kaki di Papua, saya tidak
terbiasa melakukan kegiatan selfie lalu diposting di media sosial. Saya
biasanya memajang foto yang merupakan hasil cropping dari hasil foto bersama
dengan teman-teman. Lagian juga, saya lebih suka mengambil foto orang ketimbang
diri sendiri. Di Papua, saya mulai memberanikan diri. Mengingat teman-teman di
sekitar saya suka berselfie akhirnya saya ikut-ikutan terpengaruh. Pengaruhnya
positif sih. Walaupun wajah pas-pasan, sekali-kali nikmati hidup untuk bereksis
ria.
4.
Sabar
Menjalani Karir
Jumlah keluarga saya di Papua bisa dihitung dengan
jari. Itupun mereka bukan berasal dari kalangan tokoh masyarakat entah itu
kalangan pengusah dan birokrat. Hal ini memompa saya untuk lebih bekerja lebih
giat. Saya sadar diri bahwa saya takkan mendapat golden ticket mengingat saya dari kalangan biasa saja. Satu-satunya
amunisi saya adalah berserah kepada-Nya dan mengerjakan tugas yang diembankan
dengan tekun dan penuh tanggung jawab. Hal ini pula secara langsung membentuk
diri saya lebih independen, mandiri, dan tidak terbuai dengan keadaan. Secara
duniawi, mungkin pintu bagi saya untuk melesetkan karir akan susah. Tapi dengan
kondisi ini, saya harus berusaha lebih keras lewat kinerja karena saya masih
percaya Tuhan akan menutup mata bagi orang yang berusaha.
5.
Tahan Hadapi
Fitnah
Salah satu ujian yang saya dapatkan di Papua
adalah mendapat fitnah dari segelintir orang. Ada yang bilang saya menjadi
penjilat ke perusahaan tambang besar di Papua. Padahal sepeser pun saya tak
mendapatkan kompensasi dari kegiatan ini. Sesungguhnya, saya hanya ingin
bersikap kritis dalam menyuarakan gelora jiwa muda dalam diri saya.
6.
Tak Terjebak
dengan Material
Tidak dapat dipungkiri bahwa siapapun itu
membutuhkan uang. Segala aktivitas dikit-dikit keluar duit. Uang bisa menjadi
sesuatu yang baik sebagai bagian dari ucapan terima kasih dan penghargaan atas hasil kerja keras seseorang
sehingga menjadi penyemangatnya untuk terus bekerja. Yang salah adalah jika
orientasi materi lebih mendominasi. Uang bisa menjadi penolong tapi di satu
sisi bisa membawa petaka jika sampai dibutakan oleh uang. Ketamakan akan
menghampiri yang pada akhirnya membuat kita melakukan tindakan korupsi. Apalagi
kalau sampai makan hasil keringat orang
lain. Hiiii ngeri ah..
7.
Belajar jadi
Pemimpin
Saya bisa memilah mana pemimpin yang baik dan
pemimpin yang buruk Meneladani pemimpin yang berintegritas dan meninggalkan
serta tak mencontoh seseorang yang kepemimpinannya buruk. Sambil belajar
bagaimana memahami hal-hal teknis agar tidak mudah ditipu jika kelak jadi
pemimpin nantinya.
8.
Tak
Menyepelekan Strukturisasi Kerja
Strukturisasi kerja alias penjabaran tupoksi itu
penting untuk disusun, diberlakukan dan
tak boleh disepelekan. Membagi masing-masing orang sesuai kompetensinya
sehingga alur pekerjaan tersebut terarah. Disini akan dituntut untuk
bertanggung jawab atas amanah yang dipercayakan dan tidak memonopoli pekerjaan
sehingga tidak ada staf yang merasa
tidak adil dan tidak diberdayakan dalam bekerja.
Papua telah memperkaya saya dengan banyak
pengetahuan, inspirasi, pengalaman. Saya merasa beruntung berada di daerah ini.
Saya yakin akan banyak pelajaran lainnya yang akan menanti saya di Tanah
Amungsa Bumi Kamoro ini.
Penulis:
Heriyanto Rantelino, Anak Muda Timika, Papua.
Facebook: Heriyanto Rantelino
No telepon/Whatsapp : 085242441580
Line : Ryanlino
Heriyanto Rantelino, Anak Muda Timika, Papua.
Facebook: Heriyanto Rantelino
No telepon/Whatsapp : 085242441580
Line : Ryanlino