Meraih Kedewasaan Berpikir dan Bertindak di Papua - Heriyanto Rantelino

Meraih Kedewasaan Berpikir dan Bertindak di Papua

Meraih Kedewasaan Berpikir dan Bertindak di Papua


Dok: Zeropromosi.com


Saya meraih berbagai keberuntungan di Tanah Papua dimana saya mendapatkan kesempatan belajar banyak hal yang baru. Sukacita dan dukacita datang silih berganti. Berbagai dinamika kehidupan turut menempa tingkat keimanan dan mengasah tingkat kedewasaanku. Penasaran apa saja yang saya dapatkan di daerah di Ujung Timur Indonesia ini?  Berikut saya paparkan satu persatu :

1.       Menurunkan Kadar Idealisme
Tak terasa sudah dua tahun saya lulus dari bangku perkuliahan. Boleh dikata masih ada sisa-sisa rasa idealisme mahasiswa dalam diriku. Ketika sudah berada di Papua dan menjalani berbagai dinamika hidup, saya menyadari bahwa jika saya mempertahankan jiwa idealismeku maka membuat saya susah berkembang mengingat saya masih tergolong baru. Oleh karena itu, saya harus bisa berkompromi dengan diri sendiri dengan menurunkan kadar rasa idealisme itu sambil beradaptasi mengamati lingkungan.

2.       Terbiasa Tampil Profesional Dengan Rapi
Di instansi saya bernaung, kami memiliki seragam kerja yang mesti digunakan. Mulai dari baju putih dengan padanan celana biru, menggunakan ikat pinggang berlogo instansi saya, menggunakan wing/lambang di dada sebelah kiri  lengkap dengan papan pengenal, dan  menggunakan sepatu lapangan mirip yang digunakan aparat TNI dan Polri. Belum lagi kalau mendapat tugas jaga di lapangan, harus pakai rompi dan kopel. Awal-awalnya saya agak berat menjalaninya karena ribet dalam hal cara mengenakannya. Hal ini dikarenakan saya agak urakan dikit sebelum rasakan dunia kerja. Tapi cara berpakaian saya masih tergolong sopan sih. Biasanya hanya pakai kemeja yang dipadu dengan celana pendek. Sepatu pun terserah pilih yang mana. Setelah merasakan dunia kerja,  saya belajar untuk tampil rapi agar keliatan berwibawa sebagai petugas pelayan masyarakat. Kalau cara pakaian saja acak adut, bagaimana mau layani masyarakat dengan baik. Lagian juga terdapat pengaruh pakaian terhadap mood dan perlakuan  seseorang oleh karena itu saya harus memperhatikan kerapian dalam mengenakan pakaian kerja.

3.       Beranikan diri Berselfie
Sebelum menginjakkan kaki di Papua, saya tidak terbiasa melakukan kegiatan selfie lalu diposting di media sosial. Saya biasanya memajang foto yang merupakan hasil cropping dari hasil foto bersama dengan teman-teman. Lagian juga, saya lebih suka mengambil foto orang ketimbang diri sendiri. Di Papua, saya mulai memberanikan diri. Mengingat teman-teman di sekitar saya suka berselfie akhirnya saya ikut-ikutan terpengaruh. Pengaruhnya positif sih. Walaupun wajah pas-pasan, sekali-kali nikmati hidup untuk bereksis ria.


4.       Sabar Menjalani Karir
Jumlah keluarga saya di Papua bisa dihitung dengan jari. Itupun mereka bukan berasal dari kalangan tokoh masyarakat entah itu kalangan pengusah dan birokrat. Hal ini memompa saya untuk lebih bekerja lebih giat. Saya sadar diri bahwa saya takkan mendapat golden ticket mengingat saya dari kalangan biasa saja. Satu-satunya amunisi saya adalah berserah kepada-Nya dan mengerjakan tugas yang diembankan dengan tekun dan penuh tanggung jawab. Hal ini pula secara langsung membentuk diri saya lebih independen, mandiri, dan tidak terbuai dengan keadaan. Secara duniawi, mungkin pintu bagi saya untuk melesetkan karir akan susah. Tapi dengan kondisi ini, saya harus berusaha lebih keras lewat kinerja karena saya masih percaya Tuhan akan menutup mata bagi orang yang berusaha.

5.       Tahan Hadapi Fitnah
Salah satu ujian yang saya dapatkan di Papua adalah mendapat fitnah dari segelintir orang. Ada yang bilang saya menjadi penjilat ke perusahaan tambang besar di Papua. Padahal sepeser pun saya tak mendapatkan kompensasi dari kegiatan ini. Sesungguhnya, saya hanya ingin bersikap kritis dalam menyuarakan gelora jiwa muda dalam diri saya.

6.       Tak Terjebak dengan Material
Tidak dapat dipungkiri bahwa siapapun itu membutuhkan uang. Segala aktivitas dikit-dikit keluar duit. Uang bisa menjadi sesuatu yang baik sebagai bagian dari ucapan terima kasih  dan penghargaan atas hasil kerja keras seseorang sehingga menjadi penyemangatnya untuk terus bekerja. Yang salah adalah jika orientasi materi lebih mendominasi. Uang bisa menjadi penolong tapi di satu sisi bisa membawa petaka jika sampai dibutakan oleh uang. Ketamakan akan menghampiri yang pada akhirnya membuat kita melakukan tindakan korupsi. Apalagi kalau sampai  makan hasil keringat orang lain. Hiiii ngeri ah..

7.       Belajar jadi Pemimpin
Saya bisa memilah mana pemimpin yang baik dan pemimpin yang buruk Meneladani pemimpin yang berintegritas dan meninggalkan serta tak mencontoh seseorang yang kepemimpinannya buruk. Sambil belajar bagaimana memahami hal-hal teknis agar tidak mudah ditipu jika kelak jadi pemimpin nantinya.

8.       Tak Menyepelekan Strukturisasi Kerja
Strukturisasi kerja alias penjabaran tupoksi itu penting untuk disusun, diberlakukan dan  tak boleh disepelekan. Membagi masing-masing orang sesuai kompetensinya sehingga alur pekerjaan tersebut terarah. Disini akan dituntut untuk bertanggung jawab atas amanah yang dipercayakan dan tidak memonopoli pekerjaan sehingga  tidak ada staf yang merasa tidak adil dan tidak diberdayakan dalam bekerja.

Papua telah memperkaya saya dengan banyak pengetahuan, inspirasi, pengalaman. Saya merasa beruntung berada di daerah ini. Saya yakin akan banyak pelajaran lainnya yang akan menanti saya di Tanah Amungsa Bumi Kamoro ini.


Penulis:
 Heriyanto Rantelino, Anak Muda Timika, Papua.
Facebook: Heriyanto Rantelino
No telepon/Whatsapp : 085242441580
Line : Ryanlino


Please write your comments