Beda
generasi, beda pula isi postingannya.
Misalnya generasi X (umur 41-52
tahun) dan Y (umur 22-40 tahun) yang yang
cenderung isinya mengenai nasehat, pengalaman masa lalu atau tanggapan terhadap
sesuatu yang kritis dan aktual. Generasi Z punya model postingan yang singkat
dan padat. Misalnya dia bete, dia tulis aja bete. Kala Dia ngantuk, dia akan posting
kata ngantuk dengan hiasan emotion ngantuk. Namun lucunya, postingan yang boleh
dikata tak memiliki nilai manfaat tersebut mendapat tanggapan yang lebih besar ketimbang generasi X dan Y.
Jika
ditelisik lebih jauh, generasi Z cenderung mengungkapkan ekspresinya secara
spontan saat melihat postingan yang dianggap menarik. Makanya mereka tak pikir
seribu kali saat memberikan like atau komentar pada akun seseorang terlepas
dari kenal atau tidaknya orang yang memosting status tersebut. Beda halnya dengan
generasi X dan Y. Mereka punya banyak pertimbangan saat hendak memberikan
tanggapan terhadap postingan seseorang. Entah itu dianggap bermanfaat dan
menarik, masih mempertimbangkan untuk menanggapinya sekalipun hanya memencet
tombol like saja. Mereka takutnya dianggap sok kenal sok dekat pada pihak yang
memosting status di media sosial. Jadi tak heran kalau postingan generasi X dan
Y hanya bisa mencapai hanya puluhan tanggapan sedangkan generasi Z bisa mendulang ratusan tombol like dan komentar.
Generasi
X dan Y tak mempermasalahkan jumlah tanggapan dan jumlah like dari apa yang
dipublikasikan. Sedangkan generasi Z menganggap tingkat keeksistensi dan
kepopulerannya dinilai dengan jumlah like dan komentar pada akunnya. Alhasil
mereka menjadi pemburu like dan komentar dan mengeyampingkan kualitas konten yang
disajikan.
Yang
perlu disadari oleh para generasi Z bahwa tingkat keeksisan di media sosial tak
bisa menjadi patokan eksistensinya di
dunia nyata. Terdapat perlakukan yang berbeda di dunia nyata dan maya. Ibarat
fans, ada fans real dan ada fans semu. Ketika seorang generasi Z mengabarkan kesedihannya,
banyak yang bersimpati di medsosnya.
Lalu Dia memantapkan niatnya untuk meminta pertolongan kepada orang-orang yang
mengungkapkan keprihatinannya di medsos. Namun pada kenyataannya, sangat jarang
yang memberikan uluran tangan atau sekedar meberikan sandaran bahu untuk
menyatakan kesedihannya. Atau kalau apes, dia malah bertemu dengan orang-orang
modus yang malah menjerumuskannya ke jurang yang lebih dalam lagi.
Penulis:
Heriyanto Rantelino, Staf Dinas Perhubungan Kab. Mimika/ Pemuda Timika Papua.
Facebook: Heriyanto Rantelino
No telepon/Whatsapp : 085242441580
Line : Ryanlino