Dok: Kompas.com |
Di luar sana, ada
banyak pendapat anak-anak muda utamanya rekan-rekan mahasiswa yang cenderung
menganggapi bahwa Freeport itu adalah perusahaan yang bandel, penipu, dan
serakah. Pendapat itu sah-sah saja kok, toh saya juga pernah berpendapat
demikan. Sebagai salah satu pejuang perubahan, wajar saja kalau kita, anak-anak
muda, berpandangan bahwa semua aset negara tak boleh didominasi dikelola pihak
asing karena hal ini sudah menyinggung kedaulatan Indonesia.
Ada pendapat yang berseliweran yang
menginginkan agar pemerintah mengambil alih Freeport sesegera mungkin demi
kepentingan kesejahteraan bangsa. Namun, ternyata saat saya ada di daerah ini
dan belajar sedikit demi sedikit tentang pertambangan Freeport ini, pemikiran
saya terbuka. Pengetahuan ini tentunya didukung oleh kajian dan sumber data
yang valid baik melalui studi literatur dan dari celotehan langsung karyawan
Freeport sehingga dari hal ini, saya menarik kesimpulan bahwa pemikiran saya
selama ini tak sesederhana membalik telapak tangan.
Apa Sih yang Terjadi di Freeport?
Dok:Sindonews.com |
Saya mendapat banyak
pertanyaan dari teman-teman yang berada di luar Papua yang kebetulan tak
terlalu mengikuti gejolak Freeport di media massa. Saya pun menjelaskan secara
sederhana bahwa masalah ini muncul ke permukaan kala Freeport dilarang
mengekspor konsentrat karena perubahan status dari yang tadinya Kontrak Karya
menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) yang berimbas pada kapasitas
produksi perusahaan yang dikurangi 40 persen karena ekspor belum berjalan.
Nah, sejak awal Februari 2017, PT Freeport menghentikan seluruh aktivitas produki tambangnya baik tambang terbuka Grasberg, tambang bawah tanah, pabrik pengolahan di MIL 74 hingga aktivitas pengapalan konsentrat di Pelabuhan Porsite Amamapare. Karena hal ini, PT Freeport dilanda krisis finansial. Salah satu jalan yang ditempuh untuk mengurangi beban pengeluaran adalah dengan efisiensi karyawan berupa pengurangan karyawan baik yang berada di bawah naungan Freeport, kontraktor dan privatisasinya. Ada yang berstatus dirumahkan dan ada juga yang PHK. Hal inilah yang kemudian menjadikan Freeport menjadi salah satu bahan perbincangan nasional dan menjadi Top Trend nomor satu di Papua.
Nah, sejak awal Februari 2017, PT Freeport menghentikan seluruh aktivitas produki tambangnya baik tambang terbuka Grasberg, tambang bawah tanah, pabrik pengolahan di MIL 74 hingga aktivitas pengapalan konsentrat di Pelabuhan Porsite Amamapare. Karena hal ini, PT Freeport dilanda krisis finansial. Salah satu jalan yang ditempuh untuk mengurangi beban pengeluaran adalah dengan efisiensi karyawan berupa pengurangan karyawan baik yang berada di bawah naungan Freeport, kontraktor dan privatisasinya. Ada yang berstatus dirumahkan dan ada juga yang PHK. Hal inilah yang kemudian menjadikan Freeport menjadi salah satu bahan perbincangan nasional dan menjadi Top Trend nomor satu di Papua.
Di Papua sendiri, utamanya di Kabupaten
Mimika, kasus Freeport menjadi pembahasan di media cetak dan media massa
regional. Tak hanya itu, pembahasan Freeport juga menjadi bahan pembicaraan di
semua kalangan mulai dari Anak Baru Gede (ABG), pedagang kelontong hingga di
pangkalan ojek. Bagaimana tidak, imbas masalah ini akan melanda semua orang
termasuk saya sendiri. Gejolak yang Muncul dari Kasus Freeport
Gejolak yang Muncul dari Kasus Freeport
Gejolak yang Muncul dari Kasus Freeport
Dok:Dok: maduasli-hd.blogspot.co.id |
Sebagai bentuk
keprihatinan seorang anak muda, sudah seharusnya saya turut ambil bagian mengutarakan
masalah yang muncul dari Kasus Freeport versus pemerintah Indonesia. Saya
takkan mengulas lebih dalam dari perspektif hukum atau perspektif kedaulatan
rakyat, tapi taya lebih condong pada dampak sosial yang terjadi utamanya yang
dirasakan oleh masyakat di Kabupaten Mimika. Apa sajakah itu? Mari kita ulas
satu persatu
1.Pemangkasan
Anggaran Belanja Daerah 2017
Dok:Soksinews.com |
80 persen Pendapatan
Asli Daerah abupaten Mimika yang bersumber dari Freeport terancam anjlok di
tahun 2017. PAD Mimika setiap tahunnya sebesar 370 milliar dan dari Freeport
sekitar 85 % atau sekitar 200 miliar. Nah, akibat ketidakpastian gejolak ini
menyebabkan tim anggaran pemerintah daerah memangkas sejumlah program SKPD yang
berdampak pada nilai Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBD)
yang bernilai 2,9 triliun. Alhasil beberapa proyek utamanya pembangunan
infrastruktur terpaksa ditunda bahkan terancam dicoret padahal kabupaten ini
lagi berbenah menuju daerah yang maju.
2. Ramainya
Penjualan Rumah dan Perabot Rumah Tangga dari Karyawan Freeport di Media Sosial
Dok:Republika.com |
Jika rekan-rekan
sekalian sesekali menegok ke grup facebook jual beli online di Mimika, jumlah
penjualan rumah dan perabot rumah tangga mendominasi di daftar jual padahal biasanya
yang paling rame itu penjualan handphone atau laptop bekas. Selidik punya
selidik, para penjual online tersebut adalah karyawan-karyawan Freeport atau
keluarganya yang mendapat PHK atau yang dirumahkan. Ada banyak hal yang
melatarbelakangi sehingga mereka melakukan hal tersebut entah untuk dijadikan
modal bisnis dan ada pula yang dijadikan modal merantau ke daerah lain yang
dipandang lebih menjanjikan.
3. Dana CSR Freeport di Bidang Kesehatan Terancam Berkurang
3. Dana CSR Freeport di Bidang Kesehatan Terancam Berkurang
Dok:PTFI.co.id |
Salah satu bentuk CSR Freeport bagi masyakat utamanya kepada masyarakat Papua yang termasuk dalam tujuh suku adalah dengan memberikan fasilitas gratis untuk berobat di rumah sakit Mitra Masyarakat yang sering disebut Rumah Sakit Caritas. Mulai dari kakek, nenek, ayah,ibu, anak, cucu,cicit hingga turunanan-turunannya mendapatkan fasilitas gratis tersebut. Entah itu penyakit remeh-remeh seperti pusing dan meriang hingga penyakit yang tergolong berat seperti jantung dan ginjal. Perawatan mereka tak tanggung-tanggung loh, mau rontgen kek, cuci darah, semua ditangani.
Bahkan kalau sudah
parah, mereka mendapat rujukan ke rumah sakit nasional bahkan ada yang rujuk ke
luar negeri. Saya pernah bertandang ke rumah sakit ini dan saya melihat
langsung perawatannya yang tak tanggung-tanggung. Tak ada perbedaan bagi
masyarakat umum dengan masyarakat Papua. Semua mendapat pelayanan maksimal.
Membludaknya orang
membanjiri RS ini utamanya dari masyarakat tujuh suku. Karena saya bukan
termasuk golongan tanggungan gratis (statusnya perantau), saya membayar kurang
lebih bayar 70 ribu. Saya tidak bisa bayangkan berapa dana yang ditanggung
Freeport untuk mereka yang mengidap penyakit berat, datang berombongan, gratis
lagi. Jikalah kasus ini semakin berkepanjangan, Freeport bisa saja menghentikan
dana karena keterbatasan finansial alhasil masyarakat tujuh suku akan kesusahan
mengakses fasilitas kesehatan secara gratis.
4. Dana Penyaluran Pendidikan Terganggu
Dok:PTFI.co.id |
Gonjang-ganjing kasus Freeport berdampak juga pada bantuannya di bidang pendidikan. Dana penyaluran pendidikan yang disalurkan melalui Lembaga Pengembangan Masyarakat Amungme dan Kamoro (LPMAK) terpaksa menghentikan sejumlah program. Yang dihentikan yaitu monitoring guru dan fasilitas transportasi masyarakat ke pedalaman. Yang masih dipertahankan adalah beasiswa yang diberikan kepada 700 mahasiswa dan 500 pelajar tingkat SD sampai SMA. Jika kasus freeport terus bergulir maka akan mengancam penyaluran dana beasiswa ke pelajar dan mahasiswa tersebut yang sedang menimba ilmu baik di dalam maupun di luar negeri. Bayangan putus sekolah/kuliah membayangi mereka. Impian pemuda Papua untuk merajut cita-cita keluar dari jurang keterpurukan bisa saja pupus di tengah jalan.
5. Angka Pengganguran Mendadak Tinggi
Dok:Tempo.com |
Kisruh Freeport memiliki implikasi yang luas utamanya menyangkut tenaga kerjanya yang berjumlah 32 ribu tapi ratusan ribu keluarganya. Hingga akhir bulan Februari kemarin tercatat 1087 orang karyawan yang menjadi korban efisiensi Freeport berupa proses furlough (dirumahkan) dan ada juga yang naas di PHK-an. Karyawan berasal dari 19 perusahaan yang terlibat langsung dalam menyumplai kebutuhan pertambangan baik dari sisi teknikal, peralatan maupun sumber daya manusia. Alhasil, hal ini meningkatkan angka penggangguran yang signifikan di Mimika. PHK besar-besaran tentunya akan menimbulkan permasalahan yang baru karena angka penggangguran yang tinggi erat kaitannya dengan peningkatan angka kriminalitas.
6. Kegiatan
Perekonomian Lesu Carut marut kasus Freeport berdampak langsung terhadap
kegiatan perekonomian di Mimika, di antaranya:
a. Penghasilan supir Taksi/angkot menurun
Hari Jumat yang lalu
saya bertolak dari Kuala Kencana yang merupakan salah satu kawasan Freeport.
Dalam perjalanan pulang menuju Kota Timika, saya terpaksa mencarter salah satu
kendaraan angkot yang di daerah ini disebut taksi. Pasalnya, tak ada satupun
penumpang yang naik padahal saya sudah menunggu lebih dari sejam. Di dalam
angkot, saya dan supirnya banyak berbincang-bincang utamanya menyangkut
Freeport. Saya penasaran adakah dampak kasus ini terhadap pemasukan mereka.
Supir ini mengaku bahwa dua minggu terakhir jarang sekali penumpang yang
menggunakan jasa mereka. Mereka hanya berharap dari orang-orang yang mencarter
angkot mereka. Pak supir ini mengaku bahwa normalnya pendapatan mereka paling
sedikit 300 ribu per hari, namun sekarang sudah tak menentu, paling untung
kalau bisa dapat 100 ribu.
b. Menurunnya Omzet
Penjualan Pedagang Barang Kelontong di Kuala Kencana.
Saya juga sempatkan mendengar keluhan dari
pedangan barang kelontong di pasar tak jauh dari terminal kecil taksi Kuala
Kencana. Beliau mengeluhkan omzet penjualan mereka menurun drastis dari yang
awalnya 5 juta perhari, namun sekang hanya 1,5 juta atau penurunan hampir 70
persen. Hal ini bisa memberikan gambaran bahwa para karyawan Freeport lagi
hemat-hematnya.
c. Perputaran Bisnis di Ibu Kota Mimika Ikut
Terganggu
Timika sebagai ibu kota dari Kabupaten Mimika
sekaligus daerah yang seksi untuk berbisnis mendadak menjadi sepi. Beberapa
pengusaha mengeluh di antaranya jumlah pengunjung ke tukung cukur menurun, toko
tekstil di bilangan Budi Utomo sepi pembeli, bahkan dilansir media cetak lokal
jumlah penumpang maskapai penerbangan dari dan ke Timika mengalami penurunan.
Dampak lainnya adalah akibat daya beli masyarakat yang menurun, dikhawatirkan
terjadi pengurangan karyawan di toko-toko Timika sebagai salah satu siasat unit
bisnis mengurangi pengeluarannya.
Penutup
Kasus Freeport yang bergejolak ini menimbulkan multiefek, mulai dari pemangkasan belanja daerah, pengurangan dana kesehatan dan pendidikan, turunnya daya beli masyarakat, perputaran bisnis terganggu, angka penggangguran tinggi yang berdampak pada naiknya angka kriminalitas. Apalagi bagi Masyarakat asli Papua sebagai pemilik hak ulayat yang selama ini menikmati pelayanan kesehatan, pendidikan, perekonomian hampir 90 persen dari sumbangsih freeport. Tentunya kalau persoalan ini dibiarkan berlarut, maka masyarakat Mimika menjadi korban pertama.
Freeport dan pemerintah Indonesia diharapkan bisa menyelesaikan kasus ini dengan baik. Point-point yang menyulitkan selama ini segera dicari jalan keluarnya. Semakin berlarut, akan mengganggu perekonomian daerah dan bisa membawa petaka bagi semua kalangan tanpa terkecuali mulai dari karyawan, pedagang, hingga tenaga honorer daerah kayak saya ini karena upah saya bersumber dari APBD.
Kurangnya pemasukan pendapatan daerah dari Freeport juga berimbas kepada kami, tenaga-tenaga honorer di instansi pemerintahan, entah penundaan, pengurangan tunjangan daerah atau yang paling menakutkan jika dilakukan pengurangan tenaga honorer untuk menutupi pembengkakan belanja daerah. Kalau dari hati saya paling dalam, sebenarnya tak rela sih karena upah selama ini yang saya terima saya gunakan bertahan hidup di Kabupaten Mimika yang merupakan bagian dari miniatur penelitian, tempat menimba pengalaman dan tempat menempa mental saya (eh..malah curhat nih)
Kasus Freeport yang bergejolak ini menimbulkan multiefek, mulai dari pemangkasan belanja daerah, pengurangan dana kesehatan dan pendidikan, turunnya daya beli masyarakat, perputaran bisnis terganggu, angka penggangguran tinggi yang berdampak pada naiknya angka kriminalitas. Apalagi bagi Masyarakat asli Papua sebagai pemilik hak ulayat yang selama ini menikmati pelayanan kesehatan, pendidikan, perekonomian hampir 90 persen dari sumbangsih freeport. Tentunya kalau persoalan ini dibiarkan berlarut, maka masyarakat Mimika menjadi korban pertama.
Freeport dan pemerintah Indonesia diharapkan bisa menyelesaikan kasus ini dengan baik. Point-point yang menyulitkan selama ini segera dicari jalan keluarnya. Semakin berlarut, akan mengganggu perekonomian daerah dan bisa membawa petaka bagi semua kalangan tanpa terkecuali mulai dari karyawan, pedagang, hingga tenaga honorer daerah kayak saya ini karena upah saya bersumber dari APBD.
Kurangnya pemasukan pendapatan daerah dari Freeport juga berimbas kepada kami, tenaga-tenaga honorer di instansi pemerintahan, entah penundaan, pengurangan tunjangan daerah atau yang paling menakutkan jika dilakukan pengurangan tenaga honorer untuk menutupi pembengkakan belanja daerah. Kalau dari hati saya paling dalam, sebenarnya tak rela sih karena upah selama ini yang saya terima saya gunakan bertahan hidup di Kabupaten Mimika yang merupakan bagian dari miniatur penelitian, tempat menimba pengalaman dan tempat menempa mental saya (eh..malah curhat nih)
Harapan Seorang Anak Muda Mimika Kepada
Pemerintah dan Pihak Freeport
Artikel ini bukanlah pesanan dari pihak-pihak
tertentu, toh saya juga bukan karyawan Freeport kok. Saya tak ada niat
bela-belain pihak satupun namun saya mencoba melihat dari realitas yang ada
sebagai dampak dari Kasus Freeport ini. Mau dibawa ke ranah arbitrase kek, mau
tetap diserahkan ke Amerika Serikat atau dialihkan ke Pihak Arab atau Tiongkok
kek, saya tara pikir karena itu sudah merupakan ranah pemerintah. Satu harapan
kami, anak-anak muda Mimika, bahwa kedua belah pihak segera melakukan negoisasi,
membangun komunikasi secara intens, duduk bersama mencari jalan keluar atau
solusi bijak yang mengguntungkan kedua belah pihak yang pada intinya tidak
mengorbankan kami, masyarakat Kabupaten Mimika.