Saya
sudah empat tahun di Papua. Untuk mengisi waktu luang, kadang saya membuat
kajian tentang Papua. Ini adalah salah satu cara saya belajar lebih banyak
tentang Papua. Apalagi kalau mengkaji budaya, sosial atau kearifan lokal, saya
harus gali secara seksama karena saya akui begitu minimnya referensi akurat
tentang Papua di jagat dunia maya. Itupun referensi yang disajikan berbeda satu sama lain, jadi
mau tidak mau saya harus menelusurinya dengan baik. Makanya, kajian Papua lumayan
menguras banyak waktu karena bahan kajiannya harus diverifikasi.
Sebagai
pengamat kecil-kecilan di media sosial. Otonomi Khusus Jilid Dua pun sampe pake
Buzzer dan Ads di Media Sosial loh.Namanya buzzer, yang jelas memuat pernyataan
yang pro dong. Tak menjadi masalah sih, karena setelah saya pelajari, tujuannya
mulia dari Otsus Jilid Dua ini adalah
untuk kesejahteraan orang Papua dan menambal jurang-jurang disparitas yang
selama ini tercipta antara Kawasan Barat dan Kawasan Timur Indonesia. Sayapun
setuju dengan Otsus Jilid Dua dengan catatan memperjelas regulasi pelaksanaannya
kelak, metode eksekusinya di lapangan, metode pengawasannya, tranparansi
penggunaan anggarannya, pemberian kewenangan besar pada pemerintah daerah dan
yang tak kalah penting ada publikasi setiap pos-pos penyaluran dana otsus itu. Orang
Papua adalah orang yang kritis, tidak mempercayai sesuatu kalau tidak ada bukti
oleh karena itu penting suatu publikasi.
Seorang Buzzer hadir untuk mengkampanyekan sebuah produk, mensosialisasikan program pemerintah atau suatu korporat. Buzzer ibarat seorang tutor, pemandu, guide, moderator suatu produk/acara/program yang memiliki pertanggungjawaban atas apa yang disampaikan.
Menjadi Buzzer dituntut untuk menjadi kreatif. Bagaimana mengembangkan draft kegiatan/produk yang diberikan oleh perusahaan/instansi terkait. Tapi sejauh ini yang saya rasakan,sosialisasi program pemerintah itu agak sensitif karena mengiming-imingi sebuah janji/ restorasi perbaikan. Membangun suatu paradigma sah-sah saja, tapi akan menjadi masalah kalau sudah dibumbui hal-hal lebay yang pada akhirnya akan memunculkan keraguan bagi pembacanya. Memperbanyak referensi adalah salah satu cara agar bisa berkreatifitas.
Mengamati Aksi Buzzer Otsus Papua Jilid Dua
Saya
melakukan penelusuran dan menemukan sekitar 50an buzzer Otsus Papua Jilid Dua. Kesan
saya dari postingan mereka adalah
visualisasinya keren, susunan kata-katanya mudah dimengerti, singkat, padat dan
didukung grafis yang mumpuni sehingga mudah
dimengerti. Yang menjadi titik
permasalahannya adalah ketika sudah menyinggung hal-hal berbau sejarah,
kehidupan sosial, kearifan lokal, kenyataan. Tak jadi masalah sih namun
referensinya salah yang pada akhirnya merusak kredibilitas dari sang Buzzer
tersebut. Sekalipun postingan sudah ratusan, tapi jika ada satu yang salah,
maka akan membuat orang Papua kehilangan kepercayaan. Buzzer ini tugasnya edukasi
masyarakat utamanya di Papua tentang arti pentingnya Otsus. Kalau yang luar Papua
sih sejauh ini responnya positif semua. Tapi kalau di Papua ini belum tentu Bos
soalnya seperti yang saya katakan dari awal, orang Papua itu kritis-kritis. Lihat
aja kemarin, Diplomat cantik itu menyerang Vanuatu di sidang PBB menjadi buah
bibir di grup-grup Papua. Bukan soalkeberanian dan kecerdasannya tapi ketika
Dia menyinggung sejarah Papua dan menurut sebagian orang Papua salah referensi,
maka jadi bullyan di media sosial. Jangan sampai hal ini terjadi pada buzzer
Otsus Papua Jilid Dua.
Jika
mengutip referensi dari media abal-abal dan kebetulan dibaca oleh orang Papua
yang mengerti keadaan daerah sendiri, maka akan menimbulkan keraguan dan bullyan
karena bertabrakan kenyataan yang ada. Pada akhirnya membuat misinformasi dan
salah persepsi. Tak ada salahnya menjadi Buzzer di Luar Papua, tapi perbanyak
referensi boleh dan lebih yahud lagi kalau bertanya kepada orang yang sudah
lama di Papua.
Sebelum
ke Papua pun saya pernah singgung tentang Papua. Ternyata setelah di Papua,
saya malu sendiri, tak sesuai ekspektasi dan referensi yang saya dapatkan
setelah melihat, merasakan langsung kenyataannya di Papua. Agar tidak mengulang
kesalahan yang sama, Saya sendiri mencari referensi buku-buku yang ditulis oleh
orang yang pernah tinggal dan langsung ke lapangan melakukan penelitian.
Memang
susah sih menyamakan persepsi orang dari luar Papua dengan orang yang pernah
hidup dan tinggal di Papua karena mereka
melihat dan merasakan langsung dengan mata kepala sendiri.
Untuk
kaka-kaka Buzzer Otsus Jilid Dua yang
kebayakan bertempat tinggal di Luar Papua, jadilah buzzer yang cerdas,
perbanyaklah referensi, gunakanlah pilihan kata yang bijak dan sopan. Saya
tidak membatasi kreatifitas kaka-kaka semuanya, hanya saja asal ada
landasannya. Mari mendidik masyarakat
tentang Otsus Jilid Dua ini secara bijak, aktual dan informatif. Tak hanya itu,
marilah bergandengan tangan mengawasi program prestesius ini agar tetap sasaran dan membawa kesejahteraan pada
orang Papua.
Dari
hati yang paling dalam, saya berharap kaka-kaka buzzer tidak hilang ketika
Otsus Jilid Dua ini resmi dilaksanakan. Karena saya tahu kontrak kaka2 semua hanya sampai ketika Otsus ini berhasil dilaksanakan. Saya bukanlah bagian
dari Buzzer Otsus Jilid Dua, tapi mewakili teman-teman yang sayang sama orang
Papua, marilah kita gandeng tangan mengawasi jalannya Otsus Jilid Dua ini,
sampai sejauh mana perkembangannya kelak. Pertanggungjawaban moril kaka-kaka
Buzzer perlu untuk membawa kemajuan Papua ini. Selamat bertugas kaka-kaka
Buzzer Otsus Jilid Dua. Kalau ada waktu ke Timika Papua, nantilah kita
ngopi-ngopi cantik tukar pikiran tentang Bumi Cendrawasih ini
Kontak: 0852-4244-1580