Jatengku.com |
Muncul kehebohan ketika ada pengangkatan pejabat pemerintahan
di daerah kelahiran saya, Toraja, Sulawesi Selatan. Pasalnya salah satu pejabat yang dilantik yang
menduduki jabatan sebagai camat Rantepao, berasal dari Papua. Adalah Pak Yakonias
Albini yang merupakan mantan kepala bidang sosial, budaya, fisik, dan prasarana
Badan Pemberdayaan dan Pemerintahan Kampung (BPPK) Pemerintah Kabupaten
Waropen, Papua. Hal ini lantas menimbulkan pro dan kontra. Yang pro menerima
keputusan karena track record orang tersebut cukup baik dan berpengalaman
mengurus birokrasi. Namun yang kontra
menganggap bahwa kok bisa orang Papua yang ditunjuk, apakah sudah tak
ada lahan di Papua sehingga ditempatkan di Toraja. Pikiran orang-orang sumbu
pendek tersebutlah yang tak paham makna kebhinekaan.
Andaikan orang-orang tersebut bertandang dan
melihat kondisi pemerintahan di Papua, mereka akan melihat beberapa pendatang
luar Papua yang menduduki jabatan teras. Contohnya saja, Pak Yohanis Bassang
yang kini menduduki jabatan sebagai wakil bupati Kabupaten Mimika. Ada
juga Pak Layuk Rombe yang saat ini menjadi Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten
Deiyai. Ada Pak Djuli Mambaya yang kini jadi kepala Dinas Provinsi Pekerjaan Umum di Papua. Orang Papua santai-santai saja menanggapinya.
Tak sampai menimbulkan keriuhan. Mereka berpendapat asalkan orang tersebut berintegritas
dan amanah dalam menyelesaikan permasalahan Papua utamanya menyangkut
kemiskinan, ketertinggalan, kebodohan, dan keterisolasian.
Di tingkat nasional, kepala negara kita telah
memberikan kesempatan kepada orang Papua untuk berkontribusi. Misalnya saja, di
era pemerintahan Ibu Megawati, ada Bapak Manuel Kaisiepo sebagai Menteri Muda
Urusan Percepatan Pembangunan Kawasan Timur Indonesia Kabinet Persatuan Nasional.
Di era kabinet Pak Susilo Bambang Yudhoyono, ada Pak Freddy Numberi yang menempati
pos menteri Menteri Kelautan dan Perikanan dan Pak Balthasar Kambuaya sebagai
menteri Lingkungan Hidup. Dan di jaman Pak Jokowi ada menteri perempuan pertama
dari Papua yaitu Ibu Yohana Yembise yang menempati posisi sebagai menteri Pemberdayaan
Perempuan dan Perlindungan Anak.
Kita selama ini mengaung-gaungkan semboyan Bhineka
Tunggal Ika, namun implementasinya masih belum merata. Jika masyarakat Papua
memberikan kesempatan kepada kaum pendatang
untuk berkontribusi, maka selayaknya orang Papua juga mendapat tempat di
daerah luar Papua, tentunya dengan mempertimbangkan kapasitas orang tersebut.
Untuk meng-Indonesiakan orang Papua secara merata di
Nusantara ini maka selayaknya memberikan kesempatan kepada mereka yang memiliki
kapasitas pengetahuan dan
keterampilan untuk menduduki
jabatan yang layak buat mereka. Jangan hanya karena perbedaan suku, lantas
membuat ada jarak diantara kita. Sudah saatnya membumikan makna Bhineka Tunggal
Ika di segala lini kehidupan kita.