Sudah
menjadi bukan rahasia umum lagi bahwa Papua adalah negeri yang terletak di ufuk
timur Indonesia yang dianugerahi
panorama alam yang terkenal seantero dunia,
memiliki tanah yang subur, dan yang tak kalah penting bahwa Papua menyimpan
kekayaan akan sumber daya alam (SDA) yang begitu melimpah.
Namun
dibalik semuanya itu, masyarakat Papua masih digolongkan miskin di atas kekayaan sumber daya alam
yang melimpah dan yang menjadi persoalan yang aneh tetapi nyata
di republik ini bahwa akar persoalan fundamentalnya adalah miskin
infrastruktur. Kurangnya infrastruktur menyebabkan masyarakat hidup terkurung
di wilayah terisolasi dengan tingkat kemiskinan yang sangat parah. Nah, salah
satu obat mujarab yang dapat menyembuhkan ketimpangan ini adalah dengan membangun infrastruktur dasar
utamanya utamanya yang terkait dengan pembangunan infrastruktur jalan.
Pembangunan
infrastruktur jalan di Provinsi Papua menjadi salah satu kebutuhan mendesak dalam rangka meningkatkan kesejahteraan
sosial, ekonomi, dan kualitas hidup masyarakat. Keberadaan jalan raya akan
mampu membuka akses bagi masyarakat untuk melaksanakan aktivitas ekonomi. Nah,
salah satu program unggulan pemerintah untuk
membuka
keterisolasian tersebut adalah
pembangunan jalan Trans Papua sepanjang
4330 Km.
Resolusi Konflik Penyelesaian Hak
Ulayat
Dok:http://www.antarapapua.com/berita/453405/tni-polri-serap-aspirasi-pemilik-hak-ulayat-di-bandara-sentani |
Kendati telah memastikan bakal memprioritaskan
pembangunan infrastruktur konektivitas di
Papua lewat jalan Trans Papua, pemerintah masih menghadapi berbagai
kesulitan dalam mewujudkannya. Salah satunya yaitu pembebasan lahan hak ulayat.
Sekedar
informasi bahwa hak ulayat adalah hak persekutuan
yang dipunyai oleh masyarakat hukum tertentu atas suatu wilayah tertentu yang
meliputi hak untuk memanfaatkan tanah, hutan, dan air serta isinya sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
Perlu
diingat, Papua tak lepas dari tanah adat. Pihak yang akan menggunakan tanah
ulayat masyarakat adat, harus menjelaskan kepada masyarakat pemilik seperti
status tanah yang akan dipakai kedepan. Karena bagi masyarakat tanah sudah
menjadi komoditas bagi masyarakat adat pemilik hak ulayat dan pemangku kepentingan
pembangunan di Papua.
Dewan
Adat di Papua sudah mengeluarkan rumusan manifesto hak-hak dasar masyarakat
selaku pemilik ulayat yang menegaskan tanah tidak dapat diperjualbelikan atau
diserahkan hak miliknya .Dalam manifesto itu, tanah hanya boleh dipakai untuk perluasan
pembangunan demi kepentingan kesejahteraan pemilik hak ulayat dan masyarakat
umum. Jika benar strategi pembangunan akan berbasis wilayah adat, pemetaan
tanah milik masyarakat adat harus menjadi prioritas agar tidak terjadi konflik
di masa mendatang.
Seperti
yang pernah saya singgung di artikel saya bahwa dalam dalam melakukan
pembangunan di Papua agak berbeda dengan daerah lain di luar Pulau Papua. Penyelesaian
konflik terkait hak ulayat tak hanya melibatkan pihak kontraktor, konsultan dan
instansi pemerintah pelaksana kegiatan tender, namun mau tak mau harus
melibatkan partisipasi masyarakat yang terdiri dari beberapa elemen untuk
melakukan pendekatan emosional lewat jalur kearifan lokal. Adapun pihak yang
dimaksud terdiri dari kepala kecamatan (jika di Papua disebut kepala distrik),
kepala desa, kepala suku, ketua adat, gembala jemaat/pendeta/ tokoh agama ,
tokoh pemuda, tokoh perempuan dan pihak dari TNI dan POLRI. Tokoh-tokoh tersebut punya peranan besar
dalam menjelaskan ke masyarakat sekitar tentang proyek pembangunan yang
dilakukan sehingga persepsi salah paham
bisa dihindarkan.
Disadari
bahwa akan sulit mewujudkan pembangunan infrastruktur di Papua kalau masalah
tanah belum diselesaikan sebab yang punya hak kepemilikannya adalah masyarakat
atau komunitas pemilik wilayah adat. Partisipasi masyarakat dalam proses penyelesaian
konflik hak ulayat merupakan prasyarat utama yang akan melandasi keberhasilan
dalam proses pembangunan infrastruktur jalan di Papua. Partisipasi mereka tidak
hanya dipandang sebagai bagian dari proses tetapi juga merupakan bagian tujuan,
dimana partisipasi merupakan salah satu indikator tingkat keberhasilan khususnya
program pembangunan Trans Papua. Oleh karena itu salah satu jalan pemecahan
dari konflik ini adalah pendekatan
secara humanis dengan dilandasi kearifan lokal kepada masyarakat suku setempat.
Penulis:
Heriyanto Rantelino, Staf Dinas Perhubungan Kab. Mimika/ Pemuda Timika Papua.
Facebook: Heriyanto Rantelino
No telepon/Whatsapp : 085242441580
Line : Ryanlino