Pertama kali terjun sebagai pengisi iklan radio tahun 2014 saat masih jadi mahasiswa. Agak lucu karena seorang mahasiswa teknik malah nyasar di dunia anak komunikasi. Iklan pertama yang saya isi adalah dari brand pasta gigi asal Thailand, Sensodent. Proses seleksinya tak disengaja, awalnya mau kolaborasi kegiatan campaign menjelang bulan kesehatan gigi.Saat bahas rencana teknisnya, malah agensinya tertarik dengan suara saya saat komunikasi via telepon. Katanya agensinya, suaranya keren tapi saya malah ragu dan tidak pede karena ketika saya berpicara yang masih melekat dialek Torajanya. Wajar lah kan saya tumbuh dan berkembangnya di kampung bukan Jakarta yang sudah fasih elu gue. Mau nolak, tapi sayang. Kesempatan tidak datang dua kali, embat saja modal nekat. Lumayan saat itu dibayar 250 ribu/iklan. Hanya ambil take suara 3 menit dapat bayaran lumayan.
Pikiran
saya pun terbuka, awalnya sempat memandang remeh profesi ini. Saya pikir cukup baca teks saja sudah kelar ternyata salah
besar. Teks tidak sekedar dibaca saja,
dijiwai kalau perlu dihapal di luar
kepala. Suasana studionya kayak studio rekaman musik.Ada komputer, ada mixer,
ada kayak mic gitu. Belum lagi saat taping suara ternyata ada tekniknya
sendiri. Hampir mirip dengan teknik bernyanyi mulai dari improvisasi suara,
tekanan suara sampai pada teknik pernafasan. Iklannya sih Cuma 3 menitan tapi
prosesnya sampai 1,5 jam kala itu. Belum lagi tekanan mental dan rasa gak
enakan melihat agensinya senyum-senyum sampai geleng-geleng kalau harus ulang dari pertama
lagi.
Dari
iklan radio ini, memberikan pengalaman
yang pada akhirnya bisa saya aplikasikan dalam dunia profesional yaitu teknik
Smiling Voice. Mirip-mirip gata bicaranya para Customer Service Telkomsel.Sekalipun
ada banyak masalah yang melanda jiwa atau lagi emosi ke orang tapi tak boleh
terbawa-bawa saat berinteraksi dengan orang lain. Be Profesional. Bagaimana
mengendalikan diri dan pembawaan tetap
tenang dalam menghadapi aneka ragam kepribadian orang.