Dahulu
saya sempat berpikir dunia organisasi adalah sekumpulan orang yang hanya
buang-buang waktunya untuk membicarakan hal yang tidak penting dan mengawang-awang.
Mending kerja nyata langsung dengan berwirausaha
daripada berorganisasi. Pemikiran ini saya anut selama kurang lebih dua tahun
selama jadi mahasiswa Universitas Hasanuddin.
Hingga
di tahun ketiga, pandangan saya mulai berubah. Hal ini ditenggarai penyekapan oleh dua orang tokoh mahasiswa yang
cukup dikenal di kampusku. Ada intimidasi saat itu gara-gara pikir saya melihat
sesuatu yang mereka lakukan di kampus. Padahal saya tidak lihat apa-apa. Justru
karena ditekan-tekan gitu, saya malah curiga. Untung bisa kabur di subuh hari.
Saya
menceritakan hal tersebut pada salah satu kawan yang saya percaya bisa kasih
solusi. Niatnya pengen lapor ke teman-teman mahasiswa tapi anjuran teman mengatakan
mending mengurungkan niat saya. Katanya sekalipun saya benar mengalami hal
tersebut pasti tidak akan dipercaya mengingat orang itu lebih dikenal, lebih
aktif, lebih berdedikasi. Saya akan
dianggap angin lalu saya. Teman menganjurkan bahwa kejadian ini bisa dijadikan sebagai
cambukan untuk mulai aktif organisasi. Jika mau dipercaya, harus punya organisasi atau komunitas sehingga
punya basis massa akan membela jika ada masalah yang mengganjal.
Maka
mulailah saya belajar dan membaca buku buku pergerakan seperti buah pemikiran
Soekarno, Muhammad Hatta, Karl Max, Sok Hoek Gie, buku-buku pengkaderan HMI dan
buku-buku lainnya. Debut pertama organisasi mulai dari Koordinator Departemen
Kewirausahaan Himpunan Mahasiswa Perkapalan, Sekertaris Koperasi Mahasiswa
Teknik. Berlanjut lagi ke Himpunan Pengusaha Muda Perguruan Tinggi (HIPMI PT),
Indonesia Future Leader, Duta Transmania, Koalisi Lingkungan Hidup (KOPHI), UKM
Baseball Softaball Unhas, Komunitas Kompasiana Kampus, SkholaTanpaBatas, Forum
Lingkar Pena, UKM Keilmuan dan Penalaran Ilmiah dan masih beberapa lagi
komunitas. Pokoknya kurang lebih 12 organisasi. Dari sentimen organisasi hingga menjadi orang
yang gemar berorganisasi.
Awalnya
ada misi tersembunyi dibalik berorganisasi
tapi akhirnya berubah. Setelah dipikir-pikir bahwa kejadian penyekapan itu
adalah adalah jalan bagi saya untuk mencintai dunia organisasi. Andaikan tidak
ada kejadian penyekapan itu, pasti saya masih terkurung dengan pikiran primitif
tentang organisasi.
Organisasi
pada akhirnya mendidik saya untuk kedewasaan berpikir, kedewasaan dalam
menyikapi dinamika konflik, berpikir kritis, melihat sesuatu dari beragam
perspektif, dewasa menyikapi kritik dan saran, dan menyusun kerangka analogi
berpikir. Gak jago-jago amat sih saya tapi setidaknya ada fondasi dasar.
Mungkin
ada yang bertanya bagaimana kelanjutan saya dengan orang yang melakukan penyekapan. Saya
sudah lupakan masalah itu, malah sekarang menjalin hubungan baik dan dia bahkan
menjadi penasehat saya dalam menjalani karir. Kalau terbentur masalah, biasanya
dia menjadi salah satu orang yang saya minta pertimbangannya. Karirnya pun menanjak,
mendapat berbagai penghargaan atas jasanya di Kementrian
Satu
hal yang saya percaya bahwa jika kita
punya manajemen konflik yang baik maka sesuatu yang buruk bisa menjadi pemicu menjadi pribadi yang lebih baik . Tergantung
dari sudut mana kita melihatnya. Lucu juga ya kalau dipikir-pikir, saya yang awalnya
sentimen dan memandang remeh organisasi malah akhirnya terjun dan asyik
menyelami dunia organisasi.